Lima Mitos Tentang Perasaan

LIMA MITOS TENTANG PERASAAN
Perasaan, merupakan cara kita menafsirkan atau memahami sesuatu setelah emosi muncul ketika menghadapi situasi atau pikiran tertentu. Tahukah kamu bahwa terdapat lima mitos tentang perasaan yang dikemukakan oleh dr. Jimie Ardian, Sp.Kj dalam bukunya yang berjudul “Merawat Luka Batin” menjelaskan lima mitos tentang perasaan yaitu, :

1. Hanya satu perasaan muncul
pada satu waktu. Perasaan itu seperti warna-warna, bukan hanya hitam putih atau positif negatif. Perasaan yang tampaknya bertolak belakang bisa muncul bersama tanpa saling menghilangkan. Misalnya, senang tidak menghapus sedih, cinta tidak menghilangkan marah, dan syukur tidak menghilangkan sedih yang mendalam. Semua perasaan ini bisa muncul bersamaan dalam satu waktu. Manusia adalah makhluk emosional, yang digerakkan oleh perasaan. Otak memproses emosi dan logika secara berbeda. Kita bisa tahu bahwa makan sayur itu sehat, tapi tetap tidak serta-merta menyukai memakan sayur.

2. Perasaan negatif selalu buruk
dan merusak. Semua emosi punya peran penting dan tidak ada yang lebih baik atau buruk. Istilah “positif” dan “negatif” sering digunakan untuk memudahkan pemahaman, tapi sebenarnya emosi tidak bisa dibagi menjadi dua kategori itu. Setiap perasaan hadir untuk memberi tahu kita bahwa ada sesuatu yang perlu diperhatikan atau dipahami, dan mungkin perlu ditindaklanjuti. Jika kita hanya fokus pada perasaan senang dan mengabaikan perasaan sedih, itu justru bisa membawa masalah. Perasaan sedih sama pentingnya dengan perasaan senang. Misalnya kesedihan dapat memberikan waktu untuk beristirahat, menjauh dari nasihat yang tidak membantu, dan mendorong berbagi dengan orang yang peduli. Ini membantu menjaga keseimbangan emosional dan menemukan dukungan.

3. Orang lain bisa tahu bagaimana perasaan seseorang.
Sering kali, kita merasa mengerti orang lain, atau sebaliknya ingin dimengerti tanpa benar-benar berbicara dengan jelas. Kita mungkin berbicara tetapi tidak jelas, atau mendengarkan tanpa benar-benar fokus. Ini membuat sulit untuk saling memahami. Keengganan mengungkapkan perasaan sering berasal dari ketidakmampuan menerima perasaan sendiri. Jika berharap orang lain memahami perasaan tanpa diungkapkan, kemungkinan besar akan kecewa. Faktanya, tidak mungkin mengetahui apa yang orang lain pikirkan atau rasakan tanpa mereka mengatakannya. Hanya bisa menebak-nebak, tapi tidak pernah benar-benar tahu perasaan orang lain.

4. Rasa sakit emosional tidak penting, jadi harus diabaikan.
Kita semua mengalami sakit fisik seperti sakit kepala atau sakit gigi, dan biasanya kita menanganinya sesuai tingkat keparahannya. Sakit ringan dibiarkan, sakit agak mengganggu diobati sendiri, sakit sedang memerlukan dokter, dan sakit berat memerlukan bantuan keluarga untuk perawatan medis. Namun, sakit emosional sering dianggap tidak penting. Biasanya diabaikan atau disembunyikan agar tidak terlihat lemah. Padahal, patah hati dan berbagai peristiwa traumatis juga menyebabkan nyeri emosional yang mirip dengan nyeri fisik. Nyeri fisik dan emosional saling terkait, misalnya, kepala bisa terasa sakit saat sangat sedih, atau kita bisa menangis saat sakit kepala. Nyeri fisik dan emosional saling terkait. Namun, seringkali nyeri emosional dianggap remeh atau diabaikan, padahal reaksinya pada tubuh mirip dengan nyeri fisik.

5. Emosi menentukan siapa seseorang.
Beberapa orang menilai orang lain berdasarkan emosinya, seperti “Dina pemarah,” “Lina mudah baper,” atau “Bobby sensitif.” Ini bisa membantu kita memahami bagaimana berinteraksi dengan mereka. Namun, kita juga sering menilai diri sendiri berdasarkan emosi yang kita rasakan dan kemudian menghakiminya. Namun sebenarnya emosi adalah bagian dari diri kita, tetapi bukan keseluruhan dari diri kita. Selain emosi, ada banyak faktor lain seperti pikiran, pengalaman, hubungan, dan cinta yang membentuk diri kita. Misalnya, jika hari ini kita merasa sedih karena kucing kita ditabrak mobil, ini tidak berarti kita adalah orang yang pemurung secara keseluruhan. Atau jika kita marah karena teman berbuat curang, itu tidak membuat kita pemarah secara umum. Emosi yang kita rasakan saat itu tidak menggambarkan keseluruhan diri kita.

Scroll to Top